Beranda | Artikel
Berpakaian yang Tawadhu
Jumat, 16 Mei 2014

Setelah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– menyampaikan nasehat agar tidak suka mencela orang lain, juga tidak meremehkan satu kebaikan sedikit pun, beliau mewasiatkan pula pada Jabir bin Sulaim untuk berpenampilan atau berpakaian tawadhu’. Bagaimana pakaian seperti itu?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan wasiatnya pada Jabir bin Sulaim,

وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ

Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).

Yang diajarkan dalam hadits di atas adalah berpakaian yang tawadhu’, tidak sombong. Bagaimana bentuknya? Yaitu tidak memakai celana di bawah mata kaki bagi pria.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menerangkan, “Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras dari sikap sombong yaitu dalam berjalan, berpakaian, memakai imamah, juga dalam memakai mashlah[1]. Termasuk juga di sini tidak sombong dalam berbicara. Allah itu tidak menyukai orang yang sombong. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Lukman: 18). Hendaklah seseorang dalam berpakaian, berjalan, dan setiap keadaannya penuh ketawadhu’an. Karena siapa saja yang tawadhu’ pada Allah, maka Allah akan memuliakan dirinya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 296).

Sebelumnya dalam surat Lukman disebutkan,

وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.” (QS. Lukman: 18). Maksud ayat ini adalah janganlah bersikap sombong dan angkuh. Janganlah melakukan hal tersebut karena dibenci oleh Allah.

Adz Dzahabi ketika membawakan di antara al kaba-ir (dosa besar) adalah celana yang dalam keadaan isbal (berada di bawah mata kaki), lalu beliau membawakan ayat di atas. Ini menunjukkan bahwa beliau menafsirkan di antara bentuk berjalan dalam keadaan sombong adalah berjalan dengan celana dalam keadaan isbal. (Al Kabair, hal. 104).

Hanya Allah yang memberi taufik.

Disusun di waktu Maghrib di Pesantren Darush Sholihin, 16 Rajab 1435 H

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Segera pesan satu paket buku terbaru karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal berisi 6 buku dengan format: Paket 6 buku# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah paket, lalu kirim sms ke 0852 00 171 222 atau via PIN BB 2A04EA0F. Harga paket Rp.80.000,- untuk Pulau Jawa, sudah termasuk ongkos kirim. Salah satu buku yang terdapat dalam paket tersebut adalah buku “Kenapa Masih Enggan Shalat?”. Info selengkapnya di Ruwaifi.Com.

 

[1] Mashlah untuk orang Saudi adalah bentuk pakaian di luar tsaub (kemeja panjang atau jubah mereka) yang tanpa lengan biasa berwarna hitam, cokelat atau putih.


Artikel asli: https://rumaysho.com/7623-berpakaian-yang-tawadhu.html